Tampilkan postingan dengan label baca ya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label baca ya. Tampilkan semua postingan

Kamis, 07 Oktober 2010

i thought you liked me



hello :D in a mood for making a short story, hahaha. i think im not gonna finish I'll Never Let This Go, i think i will just let that go. hahaha but im gonna think about it again. and decide later, for now, enjoy this please



its been 8 months and we are classmates. i dont know how to call this, we always chatted and laughed and texted, but you've never confessed anything to me. sometimes it makes me dying to know how your feeling to me, but then i think that if i ask you about that, you'll probably run and hide. so i keep this question for myself. it started when we just attended high school. we're in the same class. you caught me in the eye and then, i fell for you, i dont know what you thought that day but i saw you smiled, and then i smiled as well. then you asked me for my name, so asked you back. im Blair and youre Nike. i was about to sleep when i got your first text message. you cant imagine how i screamed without making any noise that time. i forgot about sleep and texted you back.

it was a boring friday night when you phoned me, i was speechless, and i know you were too. we didnt talk to much but it was quite awesome. i dreamed about you all day and wondering if you did the same thing. and then we got so much closer and closer, we walked home together and the whole class thought we were a couple. but i havent heard you say anything like "i like you" or else. i thought you liked me, but the truth is.. i didnt know a thing. i just felt comfortable this way and didnt want to let you go. even i was dying to know but it was worth it.

we were going through this way and i fell in love with you, deep and deeper. you always smiled when i smiled. you hugged me when i was too tired or too upset. you hugged me and then i can smell you. i love your smell. and then one day, we fought. i didnt remember exactly how, but we were on fire. it was raining and it was outside. i was crying and cursing you. but you didnt even curse me back. it makes me regret what ive done that day. i cried and cried and then you hugged me, you also cried, you hugged me, so hard that i barely breathed.

i tried to push you but i cant. and then you didnt hug me. but you held my hands, you touched my cheek, you wiped away my tears. and at that time, you kissed me. i feel like burnt, my heart was beating so fast and i almost not breathing. i felt the passion, i felt your unsaid love. i was so happy and cried with happy tears.

it was perfect. you held my hands again after we kissed. it was... so perfect. until a beautiful girl came and called you, i remember her name, it was Georgia. it should be the day you confessed your love to me, it should be. but i was wrong, your face looked surprised. and then you smiled. a really different smile that you ever showed me. i was shocked and wondering, who that girl is. you walked me home but you seemed not there. you was right beside me but i didnt know where your heart was. i saw you keep smiling. i knew the reason, i just didnt wanna admit it.

and then you said goodbye. and then i felt it was your last goodbye, because the next day, Georgia was in our class. sat at the one and only empty chair--next to you. i was dying a whole inside because i saw you blushed. then i knew she was your girlfriend. you broke up with her just because you two were separated, but then God gathered you both again. what should i do? you didnt text me again and youve never called me for a week. i keep seeing you but you suddenly seemed dont care. i didnt know what to do. i love you for no reason, and i need a reason about why you act like this.

i cried all night long and felt like didnt wanna go to school anymore. i didnt eat anything and took a day off. but then a day after i took a day off, the whole class was mad. they were celebrating something. i wondered what is that, so i asked my chairmate, and she said exactly like this "omg i dont know how to say this, it must be really hard for you but... yesterday, when you took a day off, Nike confessed his feeling to Georgia, in front of the whole class! it was amazing... but you know, i know you and him are... a perfect unconfessed couple.. but.."

i didnt hear anything anymore, i didnt cry, not even care about what is going on earth. it was so hard that day, i didnt feel anything anymore. i became such a sad person, i became a veggie and i stopped talk to much. i just have a few friends now, everything seemed just around you and her. you seemed so happy, so did her. youve never faced me again. i still love you, but it was not worth it like the old days. i still love you and pray for your goodness.

you know?
i deserved better, you dont know it today, but you'll find out soon. so watch out.

i know it sucks! at least i tried. hope you like it haha
byeeees~
Rani Qurotu Aini

Selasa, 12 Januari 2010

i'll never let this go | part 9

"hah ? Alice yang bertemu kita saat sedang belanja kemarin ? eh, oke, menemani Riri belanja, mungkin. kenapa bisa sampai sini ?", Rei heran melihat Alice yang tidur begitu pulasnya.

"ehem, aku... malu menceritakannya". kataku sambil (tentu saja purapura) batuk batuk

"eeeh.... ceritakan, Hana !! ayo !", pinta Rei sambil mengguncang guncang pundakku. dasar tukang gosip.

"eh, ah.. eee... itu.. bagaimana ya ?", kataku tidak yakin. yang benar saja. membicarakan hal itu sama saja membuka aibku.

"ada apa ? aku jadi makin penasaran. tentu saja ini salahmu.", katanya lagi, dengan sorot mata ingin tahu. tapi saat aku akhirnya memutuskan untuk bercerita (tentu saja dengan pertimbangan yang benar benar rumit) Alice sang putri, bangun dari tidur pulasnya. oh thank God.

"Hana ?", kata Alice sambil menggosok matanya.

"oh, hey, sudah bangun ? mau sarapan ? ada pancake, aku ambilkan ya ? pakai topping apa ?", tanyaku kegirangan.

"eh, terserah saja. lagipula aku belum terlalu lapar", tingtong. that's why tubuh Alica sangat sangat mungil, aku pasti akan sangat merasa lapar di pagi hari. yah, walaupun aku juga bukannya gendut sih.

"oke, hold on", aku pun pergi ke bawah. terserah yaa, terserah... ah terserahlah ! aku pusing pagi ini.


woohooo. finally have mood for this. LOL
its a shoort chapter but im sorry
ive taken this too long :(
thanks for reading. its still continue ;)
excuse about my awful grammar
g'night !

Minggu, 04 Oktober 2009

i'll never let this go | part 8

Hana's P.O.V.

aku bangun di pagi hari, saat kulihat jam dindingku jarum pendeknya ada di angka delapan. kejadian semalam benar benar membuatku lelah. Alice juga sepertinya masih pulas tidur di sebelahku. benar benar wanita cantik dan anggun. saat tidur pun dia sama sekali tidak terlihat konyol.

aku jadi lapar saat memandangi Alice tidur. walaupun bukan itu alasannya. aku lapar karena mencium bau harum dari bawah dan akhirnya memutuskan pergi ke sana. pancake, kurasa.
aku menuruni tangga dan kulihat ibu membuat pancake di dapur. harumnya semakin kuat. perutku sudah meminta pancake dan sirup maple kurasa.

"oh, sudah bangun, Hana ?", kata ibu sambil menaruh pancake ke atas piring dan menyodorkan piring itu ke arahku

"hm, iya." kataku mengambil pancake dan menyiramnya dengan sirup maple dan whipped cream. ke atasnya.

"Alice mana ?", tanya ibu sambil mengoleskan selai strawberry ke atas pancake-nya

"masih tidur, sepertinya kelelahan.", kataku lagi, kali ini dengan mulut penuh potongan pancake yang hangat dan enak. rasanya meleleh di lidahku.

"oh...", kata ibu

setelah agak lama aku menikmati sarapanku terdengar bunyi seperti pintu dibuka. dan memang benar, pintunya memang dibuka. apa lagi yang bisa terdengar seperti bunyi pintu dibuka kalau bukan bunyi pintu terbuka itu sendiri ? ah. aku berargumen seperti orang tolol.

"selamat pagi !", kata Rei masuk ke rumahku tanpa mengetuk pintu. dengan wajah ceria seperti biasanya. dasar, kalau makanan cepat sekali datangnya. pikirku.

"selamat pagi, Rei...", kata ibu menyiapkan jatah Rei

"hei, kau. sepertinya aku punya panggilan baru untukmu, bagaimana kalau anjing ? aku heran hidungmu itu kira kira dibuat dari apa ya ? peka sekali kalau ada makanan enak.", kataku heran.

"hahaha, aku suka panggilan baru itu. tapi jangan membenciku. aku kan suka masakan ibumu. lagipula hidungku ini kebanggaanku." katanya membanggakan hidung anjingnya itu.

"dasar. lalu sebenarnya ada apa kemari ? tidak biasanya datang pagi pagi seperti ini.", tanyaku.

"oh, aku mau mencari sesuatu di internet. untuk tugas si nenek sihir minggu depan.", katanya.

"oh, guru gila itu.", kataku sambil memikirkan miss Stryder dengan kacamata tebal dan rambut di-roll ke dalam dengan sebuah tongkat besi kurus di tangannya. oh, aku tidak akan lupa untuk menambahkan keriput keriput di wajahnya. "em, memangnya di rumahmu ?",

"kau tau lah. ibuku.", katanya menyela pertanyaanku.

"oh, ayo naik kalau begitu.", kataku sambil berjalan menuju ke kamarku. Rei mengikutiku setelah menambah pancake-nya.




di kamarku dia menyadari kehadiran malaikat yang sedang tidur pulas di tempat tidurku itu.

"eh, siapa itu ?", kata Rei saat menyadarinya.

"itu Alice. sudah, jangan sampai dia bangun. jangan kau apa apakan.", kataku sambil menyalakan satu satunya asetku. iMac-ku.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

judgying people you dont know for things you dont understand is just really stupid

Ellen Page


Selasa, 22 September 2009

i'll never let this go | part 7

Alice's P.O.V.

aku ragu ragu saat hendak masuk ke kamar Hana, tapi setelah pintunya dibuka, ruangan itu serasa menarikku, menarik tubuhku yang lelah dan kedinginan ini. dan saat melihatnya, aku seperti sedang melihat dongeng. kamarnya hangat, bahkan lantainya hangat. sehingga tempat tidurnya diletakkan begitu saja di atas lantai, tanpa kayu penyangga. warna kamar itu cantik sekali. kamarnya didominasi warna warna pastel, dan tampak banyak pattern di sekelilingnya. walaupun tidak terlalu besar, tapi terlihat nyaman. lagipula kasurnya double, jadi aku tidak perlu tidur di lantai. walaupun aku juga tidak keberatan.

setelah berganti baju dengan baju tidur Hana, well, tanktop dan celana pendek berenda yang nyaman. aku dan Hana duduk di kasur.

"hm... Alice ?", kata Hana memanggilku, sembari menelengkan kepalanya. di saat seperti ini aku baru sadar, Hana manis sekali.

"iya, kenapa ?", tanyaku. walaupun aku tahu apa yang hendak ditanyakan Hana.

"ng... sebenarnya", katanya ragu ragu. "sebenarnya apa yang sedang terjadi di rumahmu ?", tanyanya. ting tong. aku benar kan ?

"em.. tidak apa apa. aku hanya tidak ingin bertemu ayahku.", kataku mengakui

"kenapa ? aku malah ingin sekali bertemu dengan ayah.", katanya cemberut. seperti tidak setuju dengan argumenku tentang lelaki tua brengsek itu. andai saja dia tahu seperti apa ayahku.

"tidak apa apa. oh iya, ngomong ngomong aku tidak melihat ayahmu. memangnya di mana dia ?", tanyaku menyadari ayah Hana tidak terlihat.

"oh, ah, ayahku... sudah meninggal. kemarin tepat satu tahun.", katanya.
pantas saja dia ingin bertemu dengan ayahnya. sepertinya ayahnya sangat berarti bagi Hana. tidak sepertiku

"maafkan aku, aku tidak bermaksud..."

"sudahlah, tidak apa apa. semua datang dan pergi kan ? lagipula seram juga rasanya kalau aku bertemu dengan dia sekarang.", kata Hana mencairkan suasana.
kami pun tertawa dan menyadari hari semakin larut. itu kusadari bukan karena adanya jam dinding. tapi karena semakin lama aku semakin mengantuk. dan kusadari sepertinya Hana merasakan hal yang sama.

"emh, bagaimana kalau tidur ? aku mengantuk sekali. rasanya aku bisa tidur sampai tengah hari, selamat tidur Hana..", kataku sambil menguap.

"selamat tidur, Alice... mimpi indah.", kata Hana, tapi aku terlalu lelah untuk menjawab lagi salam selamat tidurnya. dan aku pun terlelap

_______________________________________________

wohhoo, part 7 ! heei hei, menurut kalian yang baca cerita ini ada ngga artis ato siapalah yang bisa dijadiin tokoh di cerita ini ? tulis komen yaa :DDD
thankso

Minggu, 30 Agustus 2009

i'll never let this go | part 6

"apa yang kau lakukan di sini, dasar bodoh !", kata Alice membentakku, dan menepuk pipiku, tangannya dingin.

"Alice, maafkan aku... em... aku... itu... aku, sepertinya... melindur. seperti... em... jalan sambil tidur, begitu... haha...", kataku berusaha meyakinkannya walaupun aku juga tidak yakin. "ng.. atau mungkin... la..ri ?", kataku terdengar sangat tidak yakin. sekaligus tidak enak dengan Alice.

"Hanaaaa, kau ini...", katanya sambil merosot duduk di depanku. "kukira tadi kau sudah mati ! dasar ! jangan membuatku kaget seperti ini, dong. memangnya ada di mana rumahmu ?"

"itu, di sana. dekat kok.", kataku sambil menunjuk rumah mungil di ujung jalan. "hehe."

"kuantar, ya.", katanya sambil berdiri dan menarik tanganku.

"ah, tidak usah. dekat kok, tidak perlu. lagipula, ini kan sudah malam. kau tidak pulang ?", tanyaku menyadari hal yang bisa membuat Alice berhenti menarikku. dia diam.

"hm... sebenarnya...", katanya setelah agak lama terdiam dengan wajah tidak yakin.

akhirnya kami berdua ke rumahku setelah Alice bercerita kalau dia ingin menumpang menginap karena di rumahnya sedang ada sesuatu. dan aku senang Alice di sini. setidaknya aku punya teman mengobrol saat aku sedang menghadapi traumaku. semenjak aku masuk SMA, aku tidak lagi mengetuk jendela kamar Rei untuk bercerita. itu akan sangat mengganggunya. terlebih saat akhirnya dia mempunyai seorang pacar. dan dengan adanya Alice, aku sedikit terbantu.

"ayo masuk," kataku pada Alice. "maaf, rumahku kecil."

"iya, terima kasih. rumahmu indah.", jawab Alice menerawang.

"siapa itu ?", tanya seseorang keluar dari kamar, yang ternyata adalah ibu.

"ibu. jahat sekali, ibu ini. ibu tidak mengunci pintu lagi ! aku berlari sampai taman, tahu.", protesku memberengut. "untung Alice menemukanku.", aku protes sampai lupa memperkenalkan Alice dan baru sadar saat melihat wajah ibuku menjadi kebingungan.

"Alice ?", tanyanya sambil melayangkan pandangannya ke Alice.

"ah, iya, ini Alice. kami bertemu tadi siang dan berkenalan. oh, Alice, perkenalkan ini ibuku, Jenna. ibu, ini Alice." kataku memperkenalkan mereka berdua.

"aku Alice..", kata Alice ramah

"Jenna, ibu Hana.", kata ibuku tersenyum. tapi langsung berubah ketika menatapku. "Hana, kau berlari ?! aku lupa mengunci pintu lagi ? kau tidak apa apa ? kedinginan tidak ?", kata ibuku sambil memegangi bahuku. "ah, em, Alice, teman Hana ?", tanya ibu

"eh, iya. teman Hana."

"hei, Hana, aku tidak peduli kau dari mana dengan siapa tadi tapi siapa gadis cantik yang namanya juga cantik ini ? ada perlu apa di rumah kita ?", ibu berbisik kepadaku.
awalnya aku merasa tidak yakin, tapi akhirnya aku beritahu apa maksud Alice datang ke sini.

"ng ibu, Alice sepertinya sedang tidak punya tempat untuk tinggal malam ini dan besok. boleh kan dia menginap di sini ? kumohon." kataku memohon kepada ibu. kelihatannya ibu berpikir dulu sebelum menjawab. kadang dia suka sok serius.

"em, boleh saja, tapi memangnya apa yang terjadi di rumahmu, Alice ?" kata ibu

"ah, rumahku... sedang tidak beres.", jawab Alice dengan wajah sedih.

"baiklah, Alice boleh menginap di sini 2 hari. tapi setelah itu selesaikan masalah di rumahmu ya. bukan maksudku kau tidak boleh menginap di sini lebih lama. hanya saja kau tidak boleh terus lari dari masalah. kau harus menyelesaikannya, mengerti ? kalau mau bicara, bicara saja kepadaku, atau Hana. kapan saja boleh.", kata ibu sambil tersenyum. "nah, sekarang... tidur saja di kamar Hana. aku mau kunci pintu dulu.", kata ibuku sambil berjalan ke arah pintu.

"ayo, Alice...", kataku mengajaknya ke kamar. di kamarku, Alice berganti baju dengan baju tidurku. karena Alice memakai sequin dress dan leather jacket. mana mungkin tidur dengan baju seperti itu. walaupun itu membuatku bertanya tanya juga. apa yang habis ia lakukan ya. dan untungnya ukuran baju kami sama. walaupun Alice lebih tinggi.
kami duduk duduk di tempat tidur yang memang berada di lantai.


~*~*~okeeeh, udahan dulu ah. capeeek !!! XDD~*~*~
kalo ada yg mau ditanya, tulis komen aja ya. ato ngga add facebook rani (anagkechil@msn.com)
ato twitter (pararanran)
*berasa kaya penulis beneran :P*

bye
-ran-

Kamis, 27 Agustus 2009

i'll never let this go | part 5

Hana's P.O.V

aku bermimpi sedang berada di padang rumput. bersama ayah. ayah.. aku rindu ayah. aku mulai berlari lari bersama ayah di padang rumput yang hangat. tapi saat menyadari hawa mulai dingin, aku mulai mencari baju hangatku -lengkap- dan memakainya seketika. aku berlari lagi mengejar ayah. tapi cuaca tiba tiba berubah. mulai dri angin dingin yang kencang, lama lama pandanganku kabur. salju. iya. salju yang membuat pandanganku menjadi kabur dan lama lama ayah menghilang ditelan salju.

merasa lelah, aku putuskan untuk duduk dan menangis. dingin sekali rasanya. saking dinginnya sampai aku tidak yakin ini nyata atau mimpi. aku menangis dan menangis. sampai ada suatu suara yang sangat merdu memanggilku
"Hana, Hana..." katanya.

nadanya cemas sekali. ooh, mungkin dia malaikat yang akan membawaku ke tempat ayah. tapi aku bingung, apakah kulit malaikat sangat dingin ?

akhirnya dengan susah payah aku mencoba membuka mata. pelan pelan pandanganku kabur karena air mata.

seseorang yang kukira malaikat itu masih memanggilku dengan cemas. kali ini dia hampir berteriak dan menepuk nepuk pipiku. menampar mungkin kata yang lebih tepat.
"Hana ! Hanaaa !!! bangun ! Hana !!", katanya lagi.

setelah mataku bisa membuka, walau terhalang air mata, aku semakin yakin kalau dia adalah malaikat. karena wajahnya yang sangat cantik. tapi entah mengapa, wajah itu terlihat familiar. sekarang dia tersenyum tidak percaya kepadaku. seakan akan akulah malaikat itu. takjub melihatku, dia memelukku.

"Hana, ayo bangun. kau sudah bangun, kan ?" katanya sambil memelukku. walaupun tubuhnya sangat dingin, tapi aku bisa merasakan kehangatannya sedikit.

"mmhh...", susah payah aku menghapus air mataku dan terbelalak kaget dengan wajah orang yang (tadinya) kusangka malaikat itu.
"Alice ?!", kataku nyaring

"Hana, untunglah masih hidup.", katanya memelukku lagi.

"apa yang kau lakukan di sini ?", tanyaku heran

"well, biar kupikirkan. memangnya itu kalimat siapa ? tentu saja AKU !", katanya sambil menunjuk dirinya dan memasang wajah garang. sesaat aku melihat keadaan sekeliling. astaga, aku sedang tidak berada di kamarku. aku sedang di taman. aku sedang duduk, well. TIDUR di ayunan. rupanya aku tidur berjalan lagi. padahal kebiasaan itu kukira sudah hilang 5 tahun lalu. lagipula ini pertama kalinya aku keluar di malam musim dingin. untungnya mimpiku membuatku memakai pakaian lengkap. jangan jangan, aku tadi bukannya berjalan, tapi... BERLARI ? OH TIDAK !

YEAH !!!! JUST WAIT ;p

Jumat, 07 Agustus 2009

i'll never let this go | part 4

Alices POV

Aku menelepon Hana berkali kali semenjak dia terakhir kali mengangkat teleponku. Tapi handphone-nya masih saja mati. Sekarang jam 2 pagi, aku tetap tidak tahu harus pulang ke mana. Yang pasti aku tidak mau pulang ke rumahku di mana ada kakek tua brengsek itu malam ini.


Mungkin aku bisa pulang ke rumah sekitar jam 9 saat kakek tua itu sudah menyibukkan dirinya di kantornya yang berbau sampah itu. Aku hanya tidak suka dengan bau parfumnya yang menyengat itu. Jadi seringkali kukomentari bau parfumnya seperti bau sampah. Tapi dia malah memukuliku sampai biru biru. Selain brengsek dia juga sakit jiwa. Apa dosaku ya punya ayah seperti dia ?


Aku masih belum bisa menemukan tempat untukku malam ini. Walaupun pakaianku cukup tebal tapi tetap saja aku merasa kedinginan. Dan lagi, toko toko kebanyakan sudah tutup. Jadi aku tidak bisa masuk untuk merasakan penghangat di dalam. Ada bar yang masih buka, tapi siapa yang mau masuk ke tempat seperti itu ? salah salah nanti aku malah jadi pelacur. Aku kan cantik. Setidaknya begitu kata ibuku.

Aku masih berjalan kedinginan dan kelaparan. Tidak ada toko yang masih buka sekarang. Aku mencoba mengingat ingat kejadian tadi siang. Sepertinga Hana, Riri dan Rei masih SMA. Tapi ketiganya sekolah di SMA yang berbeda. Karena aku melihat mereka memakai badge SMA yang berbeda. Kecuali Rei. dia tidak memakai badge apa-apa.Yang kuingat dan aku tahu letaknya hanyalah SMA Hana, yang kebetulan dulu adalah sekolahku juga. jadi kuputuskan untuk ke sana saja. Siapa tahu masih ada guru yang tinggal. Daripada mati konyol karena kedinginan di sini. Pikirku.

Saat sampai ke SMA Hana dan juga SMA-ku, jangankan mengharap ada guru yang masih tinggal, melihat bangunan kosong itu dari luar saja aku sudah merinding. Bangunan sekolah yang dicat warna putih, dengan lampu lampu yand dimatikan dan dikelilingi dengan taman dengan pohon yang lebat. Lebih baik aku mati di jalanan daripada mati bertemu hantu. Pikirku lagi.


Akhirnya aku berjalan terus sampai ke taman dan kulihat ada seseorang yang menaiki ayunan. Sepertinya itu wanita. Karena kulihat rambutnya panjang dan bertubuh mungil. Serta memakai rok. Yang terakhir ini tidak bisa dipungkiri rasanya.

Serta merta aku ingin tahu dan mendekatinya. Saat berada cukup dekat dengannya dan bisa melihat wajahnya, aku kaget bukan main dengan apa yang kulihat. Wanita itu walaupun berpakaian lengkap tapi dia sedang tidur. Di taman terbuka di cuaca sedingin ini


Hana ?!. kataku dengan mata membelalak. Kaget.

Minggu, 12 Juli 2009

i'll never let this go | part 3

Kami makan es krim di toko tempat kakak Riri bekerja. Syukurlah, sepertinya Alice menikmatinya. Es krim di sini memang enak. Yumm


“ah, Alice, berapa nomor handphone-mu ?”, kata Riri di tengah tengah keasyikannya makan es krim, sambil menyodorkan handphone-nya ke tangan Alice, dan Alice mengambilnya.


“emh... nah, sudah. Ini.”, kata Alice menyerahkan kembali handphone Riri setelah mengetikkan nomornya.


“aku missed call, ya.” Kata Riri dan sesaat kemudian handphone Alice berdering.”simpan nomorku, ya.”, kata Riri, tersenyum


“tentu. Ah, aku juga mau minta nomor Hana dan Rei, boleh kan ?”, katanya sambil tersenyum. Alice cantik sekali. Tersenyum dengan wajah segar seperti itu. Atau mungkin karena rambutnya pendek jadi terlihat segar ya ? pokoknya segar. Hm


“ah, tunggu sebentar. Riri, aku minta nomor Alice, aku missed call saja ya, Alice ?” kataku sambil mengetikkan nomor Alice dan memencet tombol “call”


“ah, aku juga.” Kata Rei


“ikut ikutan saja kerjanya”, kataku menggodanya


“suka suka aku kan. Mana sini ?”


“haha.. oh, baiklah, aku simpan nomor kalian bertiga ya. Lalu setelah ini kita mau ke mana ? pulang ?”, kata Alice, masih dengan perasaan senang. Terlihat dari wajahnya.


“tentu saja tidak, kita akan berbelanja.”, kata Riri menyisipkan stakato pada kata kata kesukaannya.


“oh”, kurasa hanya itu yang dikatakan Alice.




“jadi, Alice, kau tinggal di mana ?”, Tanya Riri sambil memilih milih baju. Jujur saja. Sebenarnya dia membantu sekali. Kalau saja dia tidak di sini sekarang. Kami mungkin hanya akan berdiam diri satu sama lain. Atau malah aku tidak akan pernah kenal Alice. Haah. Anak ini. Pikirku


“hm, aku tinggal di daerah sana, di dekat perusahaan air minum itu lho.”, katanya sambil menggerak gerakkan tangannya.


“kau benar tinggal di situ ?”, kataku kaget. “itu kan kawasan elite.” Kataku lagi. Baru kali ini aku bertemu dengan orang yang tinggal di salah satu rumah yang semuanya berlantai 3 dengan gaya Amerika.


“hmm... iya aku tinggal di sana. Kalian mau main ? ah, tapi mungkin tidak sekarang, lain kali mau ?”, katanya mengajak kami ke istana. Haah


“tentu. Tentu.”, kata Riri


“emh, ngomong ngomong, Rei ke mana ?”, tanyaku yang baru saja menyadari salah satu sahabatku tidak ada bersamaku


“tadi sepertinya dia mendapat telepon lalu pulang.”, kata Riri menjelaskan. Ah, dia memang sejak tadi terus bersama Rei.


“oh..”, kataku


Akhirnya kami pun sukses berkeliling mencari cari baju selama hampir 3 jam tanpa membeli apapun. Dan tahukah anda apa alasannya ? Riri lupa membawa uang. Saat ditanya mau dipinjami uang Alice dia menolaknya dengan tegas. Dasar anak manis. Dan dia juga sukses membuat kakiku mati rasa karena kedinginan. Maaf saja. Kami tidak berbelanja di toko yang hangat. Tapi di emperan di pinggir jalan dan saat itu suhu hanya 4 derajat celcius. Hahahaha. Menyenangkan sekali. Ya sudahlah. Toh akhirnya kami berpisah dan pulang.


Aku sedang meng-update status facebook-ku saat tiba tiba handphone-ku bunyi. Alice. Ada apa ya, pikirku.


“halo”, kataku saat mengangkat teleponnya


“ah, apakah ini Hana ?”, tampak sedikit kegelisahan yang menyelimuti suaranya saat dia menanyakan hal itu.


“iya, aku Hana, ada apa Alice ?”, kataku sedikit bingung


“oh. Tidak apa apa. Hanya ingin memastikan. Maaf aku mengganggumu, selamat malam.”, kata Alice terburu buru dan langsung mematikan teleponnya sebelum aku membalasnya.


Ada apa ini ? kan kalau hanya ingin memastikan sms juga bisa. Batinku.

Ya sudahlah. Mungkin dia mengira aku sedang tidak punya pulsa. Haha. Karena hari sudah sangat larut, kupikir lebih baik aku tidur saja sekarang. Jadi aku mematikan komputerku dan handphone-ku seperti yang biasanya kulakukan. Dan akupun pergi ke alam mimpi yang hangat.


*lanjuuut nantiiiiiiiiiiiiiiiii

Sabtu, 04 Juli 2009

i'll never let this go | part 2

kami saling berjabat tangan sampai Rei dan Riri akhirnya datang.

"Hana !", kata Riri nyaring. memanggilku. tentu saja

aku menengok ke arahnya, begitu juga Alice, dengan gerakan yang anggun nyaris sempurna, malah.
"ah... halo..", katanya sambil menunduk kepada Alice

"hai," jawab Alice ramah

"kau kenal dia, Hana ?", tanyanya kepadaku. entah harus dibilang polos atau kurang sopan santun anak ini. aku tidak habis pikir.

"iya, baru saja", jawabku sambil menggodanya

"hmph....", Rei menahan tawanya melihat tingkah Riri yang tidak mengerti

tapi tiba-tiba saja Alice menjulurkan tangannya dan memperkenalkan diri, "aku Alice, baru saja tadi berkenalan dengan Hana. salam kenal."

Riri menyambut tangannya dan memperkenalkan diri,"Riri.. namamu Alice ? cantik.", kata Riri -sepertinya- tulus. memangnya kapan bocah polos itu bicara setengah hati. pikirku

Alice hanya tertawa sambil melihat Rei yang akhirnya menjulurkan tangannya dan berkata, "maafkan para bocah-bocah ini. aku Rei, kau yang tadi ditabrak Hana kan ? bagaimana rasanya itu ? sakit tidak ? dia itu ganas lho.", katanya kurang ajar. dan Alice menjabat tangannya.

"Rei !! aku kan tidak ganas.", kataku membela diri.

"sudahlah. Alice sendirian ?", kata Riri akhirnya

"iya.. ada apa ?", katanya kebingungan. tentu saja. mana ada orang yang tidak kebingungan setelah ditebak namanya oleh orang asing, bertemu dengan bocah superpolos, dan anak laki-laki iseng, semua dalam satu waktu dan diberi pertanyaan juga pernyataan tidak jelas. tentunya bingung. bilang aku kalau ada yang bisa tidak dibuat pusing karenanya. hebat sekali dia.

"mau jalan jalan bareng ? kita jadi berempat. bagaimana ? sekarang kan masih siang ? ayo.", kata Riri lagi. bocah seperti inilah yang mudah sekali ditipu. walaupun aku yakin Alice bukan orang jahat.

tanpa diduga ternyata mata Alice langsung bersinar sinar, "benarkah ? boleh ? ayo !", katanya

aku dan Rei sempat bertatapan heran melihatnya. ajaib sekali. bagaimanapun juga Alice itu tetap orang asing, kan. ampun.

*bentar bentar. baybay dulu. daaah

Rabu, 01 Juli 2009

i'll never let this go

karena saya tidak bisa tidur. diputuskan untuk membuat cerita ini. enjoy

"mmh..."
"cit.. cit.. cit.."
uukh, sudah pagi ya ? pikirku.
"hoaaaaaaaahhmm..". "selamat pagi", kataku menyambut pagi

"HANAAAAAAAAAAAAAAA !!!! cepat turun !!!" eukh.. pagi pagi begini. ada apa sih ?

"iya, aku turun...." kataku sambil menuruni tangga rumahku yang mungil

"akhirnya bangun juga. mentang mentang sekarang sedang libur sekolah lalu kau mau tidur terus sepanjang hari ? ayo makan ! kau bilang ada janji hari ini ?" kata ibu. panjang kali lebar sama dengaaaan......... OH TIDAK !

"jam berapa ini ?" kataku cemas

"sekarang ? hampir setengah sepuluh, kau ini mau jadi apa ? anak gadis tidak baik baru bangun jam segini..." kata ibuku sambil menyiapkan sarapan

"afhu thelambhat, bhaghaimana ihi ?" kataku sambil tergesa gesa makan

"makan yang benar !" kata ibu, sambil menepuk nepuk punggungku

"ukkh.... aku sudah selesai" kataku saat makanan di piring tinggal setengah

"habiskan makananmu !" kata ibu, tidak bisa melihat keadaan. bagaimana sih ?

"celakaaa ! aku terlambat, bagaimana iniii ? uukh..." cepat cepat aku mandi lalu mengenakan pakaian sekenanya, cuaca di luar sepertinya dingin, aku akan pakai mantel saja.
kukenakan mantel hijauku di atas dua lapis bajuku, mengenakan syal, dan topi. "sepatuku di mana ? ibuuuu !!! lihat sepatuku tidak ??" kataku sambil mencari sepatu doc.marten kesayanganku

"sepertinya kau taruh di bawah tempat tidur", kata ibu menjawab dari bawah

"ah. ketemu.", buru buru aku memakainya, sampai tanganku bergetar
aku berlari menuruni tangga dan menyambar tasku yang masih ada di ruang mantel depan.
"ibu, aku pergi dulu." kataku sebelum menutup pintu

"hati hati ya !", kata ibu dari dapur

"hosh, hosh.. mana yang lainnya ?" kataku saat sampai di tempat janjian

"Hanaaaaa !!!" kata seseorang dengan suara yang mungil

"ah.. maaf aku terlambat," kataku sambil berlari menuju suara tersebut

"lagi lagi kau.. dasar nona karet." kata suara orang lainnya. di belakangku. Rei, tentu saja dia

"aku kan sudah minta maaf", kataku sedikit sebal

"kalau minta maaf saja menyelesaikan masalah, kenapa harus ada hukum ?," katanya membalasku

"dan polisi." aku menambahkan. eh, apa ? bodohnya aku

"sudahlah jangan bertengkar. Hana kan sudah datang. ayo !," kata suara mungil yang berasal dari seorang perempuan bernama Riri.

"ayo", kataku menggandeng tangan kedua sahabatku.
"kita mau ke mana ?" tanyaku

"itu.." kata Riri sambil menunjuk toko yang baru dibuka

saat masuk ke dalamnya kau akan mengira sedang berada di Amerika. semuanya bernuansa Amerika. hebat sekali
barang barang yang dijual juga indah sekali.

"aduh.", kata seorang yang -tanpa sengaja aku menyenggolnya karena terlalu terpesonanya aku dengan toko itu- dengan suara yang lembut sekali. hampir seperti bernyanyi.

"ah, maafkan aku, maaf" kataku sambil menunduk

"ah, sudah, tidak apa apa. tidak usah seperti itu." katanya lagi sepertinya merasa tidak enak

"ah, iya" kataku sambil menengadah dan melihat wajahnya
"Alice ?" kataku, kaget

"bagaimana kau tahu namaku ?", kata gadis itu. juga kaget

"ah, tidak. kau hanya.. mirip dengan tokoh Alice yang pernah kubaca di buku cerita." kataku keheranan

"ah, senang mendengarnya. aku Alice, kau ?," katanya memperkenalkan diri sambil menjulurkan tangannya padaku

"ah, aku Hana.", kataku menjulurkan tanganku juga. serius namanya Alice ? kalau begitu dia orang asing ?

*to be countinued

p.s : walaupun judulnya begitu. GA ADA HUBUNGANNYA SAMASEKALI SAMA PARAMORE
hehe :D

Senin, 01 Juni 2009

fiction story - (untitled) | part 10 (last)

cklek, Hayl membuka pintu studio. wow.. sepi sekali, ada apa ini ? ke mana yang lain ?
aku dan Hayl kebingungan. tapi sesaat kemudian, Hayl mendadak tertawa. hah ? apanya yang lucu sih ? pikirku.
tadiny sih, tapi setelah itu Zac datang dari dalam sambil membawakan kue ulangtahun, yang terpampang namaku di sana. hah ? tanggal berapa sekarang ? 15 Oktober ? astaga aku bahkan lupa hari ulang tahunku.
aaahh... kuenya lucu sekali. kuakui. kuenya berantakan. tapi itu berarti mereka membuatkannya sendiri untukku.

"astaga, apa apaan ini ?". kataku, menahan tangis. di sana berdiri Josh, Jeremy, Zac dengan kuenya, Hayley, dan Jane.

"ini ulangtahunmu kan ? selamat ulang tahun." kata Josh sambil mengalungkanku kalung dengan liontin namaku "Giselle".

"aww... ini indah sekali... ada apa denganmu ?", kataku penasaran dengan semua kebaikan ini

"eh ? apanya ? aku hanya memberimu hadiah. apa itu aneh ?." tanyanya

"emm.. bukan. maksudku, kenapa kau selalu seperti ombak yang tidak tenang ? kemarin kau membuat skandal dengan Jane dan Hayl, sekarang kalian semua berkumpul di sini seakan akan tidak terjadi apa apa. jangan buat aku bingung dengan sikap kalian yang plin plan !", kataku... terdengar marah kurasa

"Giselle, well... Jane mengundurkan diri." kata Jeremy akhirnya

"hah ? kenapa ? Jane ? apa kau sudah tidak waras ?", kataku penasaran. kalau aku jadi dia aku tidak akan melepaskan kesempatan ini. yaa.. aku memang egois. hufh...

"hh... Giselle. kau boleh menganggapku apa saja. gila, tidak waras, bodoh. yah semaumu. tapi, aku merasa... aku bukan bagian dalam band. aku merasa... yah... tidak nyaman. selama ini aku cinta Paramore, aku senang bukan main lagu lagunya. dan terkadang aku ingin menjadi bagian dari mereka. tapi saat hal itu terjadi, aku malah merasa tidak pantas. dan merasa tidak sanggup. jujur saja, sejak aku masuk ke band, banyak sekali telepon tengah malam yang menggangguku. itu sangat... membuatku tidak nyaman." katanya panjang lebar

"hanya itu ?", kataku tidak percaya

"tentu tidak, Giselle. aku benar benar TIDAK PANTAS menerima ini. Hayley lebih baik daripada siapapun yang bisa menjadi vokalis di band ini." katanya akhirnya

"benarkah ? semuanya akan seperti dulu lagi ?" kataku belum bisa sepenuhnya percaya. rasanya aneh mengingat hal seperti ini terjadi begitu cepatnya. atau mungkin memang aku yang ketinggalan berita ?

"kau sudah puas sekarang ?", kata Hayl menggodaku

"umh... tunggu sebentar." kataku sambil melihat majalah yang kubeli. kulihat tanggal terbitnya, dan.. astaga.... ini sudah hampir seminggu yang lalu kan ? pantas saja.

brukk !
kubanting majalah terkutuk itu sekeras kerasnya ke lantai. lalu memeluk mereka semua

"terima kasih !!!" kataku bahagia

"untuk apa ?", tanya zac. aaaah... dia imut sekali

"untuk semuanya..."

kami semua tertawa dan makan kue. hahahaha. benar benar hari ulang tahun yang menakjubkan. tidak bisa dibandingkan dengan apa pun. ah... nanti aku harus minta maaf pada ibu tentang pakaian ajaibnya yang kutinggalkan di semak. semoga saja aku masih bisa menemukannya sepulang nanti. tapi... tiba tiba aku teringat satu hal

"umm... Hayl, kau sebelumnya tidak bilang kalau masalahnya sudah selesai ?", tanyaku

"salahmu sendiri tidak mendengarkan teleponku sampai habis." katanya dengan mulut penuh kue

"tapi, kau bilang, "baiklah, aku yang akan menyelesaikannya." tapi masalahnya sudah selesai ?". kataku masih bingung

"karena kau bodoh. sekalian saja kukerjai. hahahaha. cukup menyenangkan." katanya cekikikan

"awh.. aku ditipu !", kataku. sebal

semuanya tertawa, yah tidak buruk, akhir yang membahagiakan sudah datang. tapi....
setelah itu aku kembali ke rumah sakit dan.... hah... silakan tebak sendiri

~(END)~

terima kasih buat semuanya.
sekarang ceritanya sudah tamat
maaf akhirnya aneh.

hahahahha
huuuh... lepas sudah beban di punggung

comment ya ;)

another cast : Zac Farro as Zac Farro


Jeremy Davis as Jeremy Davis


Rani Qurotu Aini Nichole Williams Boyd Urie Natsir Farro

Rabu, 27 Mei 2009

fiction story - (untitled) | part 9

“aku tidak tahu harus apa Hayl, aku hanya… ugh…aku akan berbicara pada Josh.” Kataku

“jangan, dia tidak akan mengangkat teleponmu.” Hayl mengingatkan

“aku tidak perlu meneleponnya. Sampai nanti Hayl.” Aku menutup teleponnya walaupun aku masih mendengar Hayl memanggil namaku

aku harus ke studio. Aku harus membantu Hayl. Setidaknya, jika tidak berhasil, aku bisa bertemu Josh. Aaah.. aku berharap. Bagaimana caranya ??

sejam kemudian, yes ! aku sudah ada di luar rumah sakit sekarang ! ibu memang hebat, yea. She’s a shopaholic. Dan di lemari rumah sakit adalah barang barang “ajaib”nya. Hmmm… tidak kusangka juga aku bisa menipu para perawat itu. Tapi baju yang kupakai sekarang. Ouh... Dress hitam a la Audrey Hepburn, mantel hijau super fabulous. Setidaknya itu kata ibu. Topi kuning a la Lady Diana, dan platform heels warna pink. Yucks ! kalau saja ada pakaian yang lebih normal.

Sekarang aku meninggalkan mantel dan topinya di semak semak, dan mencopot heels yang ada di sepatu ajaib itu, karena membuat kakiku sakit.

Aku naik apa ya ? aku tidak tahu jalur bus, dan aku juga tidak yakin uangku cukup untuk naik taxi. Emmhh… bagaimana ini ? seharusnya aku juga memikirkan ini. Sekarang aku tidak mungkin masuk ke dalam rumah sakit lagi.

Ckiiitt… wow.. ada mobil berwarna merah berhenti tepat di depanku. Glek, aku menelan ludah. Jangan jangan itu ibu ? aku harus lari, begitu pikirku. Tapi tidak lama pintu mobil terbuka dan aku melihat orang yang ada di dalam mobil itu keluar. Hayley ?!

“Giselle, apa yang mau kau lakukan sih ?!” katanya dengan nada tinggi. Seperti biasa jika ia kaget

“umm… tidak ada… hanya… mau ke studio.” Kataku

“apa ?! studio apa ?!” katanya lagi

“Josh…”

“oh, Giselle, kau tidak bisa ke sana. Lagipula untuk apa ?”

“memintanya untuk memasukkanmu lagi ke dalam band.” Kataku, dengan wajah serius. Seharusnya sih. Tapi Hayley malah tertawa. Aku kan tidak sedang bercanda

“ahahahaha… apa yang kau pikirkan sih ? kau bahkan tidak tahu jalur bus kan ?”

uukkhh… dia benar
“iya, tapi kau bawa mobil sekarang. Antarkan aku.” Kataku sambil masuk ke mobil.

“heiii !” kata Hayley sambil menarikku keluar
“memangnya kau sudah dapat izin ?”

“dari siapa ?” kataku

“semuanya.”

“mereka tidak tahu apa apa. Selama aku pulang sebelum gelap, aku aman.”

“oh, ayolah Giselle, pikirkan yang lain.” Katanya
“aku tidak bisa begitu saja mengantarmu. Ini masalahku, biar aku saja yang menyelesaikannya ya ?” bujuknya

“baiklah, selesaikan sekarang ! dan aku mau ikut juga karena aku juga rindu Josh. Bagaimana ? adil kan ?” kataku membuat penawaran

“uurgh… kau menang. Diamlah, masuk !” katanya

“hore ! aku sayang Hayl !” kataku sambil memeluknya

“cepatlah,” katanya sekarang tersenyum

sampai di studio.........

*berlanjuuut
nah. sekarang ini saatnya memperkenalkan para tokoh yang sudah muncul !!!

Katy (i dont know her last name) as Giselle Hazel
visit her blog ! here


Jane Aldrigde as Jane Thompson
visit her blog here !


Hayley Williams as Hayley Williams
follow her twitter here !


Josh Farro as Josh Farro
visit paramore livejournal here !


Judy Aldridge (Jane's mama) as Giselle's mama
visit her blog here !


Katy, Judy, Jane. mereka fashion blogger.

Senin, 18 Mei 2009

fiction story - (untitled) | part 8

"umm.. yea... apakah itu benar ? hayl ? maksudku, aku sangat terkejut membacanya dan.. kenapa ? maaf aku bertanya seperti ini kepadamu, karena kau tahu.. aku tidak mungkin menelepon Josh sekarang. yeah.. kau tahu kan ?" tanyaku penasaran.

"em... kau benar tentang menghubungi Josh. lebih baik dia tidak diganggu sementara waktu kecuali oleh Jane. nah.. Giselle, semua ada masanya, mungkin saja selera pasar sudah tidak tertuju lagi padaku. setidaknya itu yang dikatakan Josh di majalah, iya kan ?" aku mengangguk, walaupun tahu dia tidak bisa melihatku mengangguk setuju.
"semua yang kau baca itu benar, walaupun di lain pihak aku juga terkejut. kau tahu ? saat aku putus dengan Josh dan dia denganmu, aku merasa... entahlah, ikut bahagia, mungkin. tapi saat Josh berpacaran dengan Jane, aku tidak tahu kenapa. tapi, aku merasa... gelisah.. yea seperti itu. feeling-ku kuat, Giselle, aku tahu itu. aku sangat menyayangkan saat kau putus dengan Josh. aku sedih bukan main, dan tidak bisa lagi menemukan cara untuk bahagia selain tetap berada di dalam band." Hayley terdengar sangat sedih.

"um.. Hayl, apakah kau tahu kalau aku tidak bisa mengingat Jane ?" tanyaku.

"maksudmu ? setelah kecelakaan itu ? aku tidak tahu soal itu, ceritakan !" katanya antusias.

"jadi, setelah aku dirawat lalu siuman, aku mendapati Jane di sana, tapi aku sama sekali tidak tahu siapa dia waktu itu. yang aku ingat, waktu itu aku hanya menatapnya sebagai gadis asing yang cantik. tapi aku juga punya perasaan kalau dia sama sekali tidak jahat, aku tidak tahu kenapa, aku bertanya kepada Jane bagaimana hubunganku dengannya. dan aku juga melihat foto-fotoku bersamanya. semua menunjukkan kalau aku dan dia sangat dekat. apakah itu benar ?" suaraku sepertinya terdengar gelisah, semoga dia tidak menyadarinya.

"wow.. aku cukup terkejut mendengarnya, tapi harus kuakui. kau benar, dia gadis yang cantik, dan.. baik. tapi dia bukan tipe orang yang harus disayang. dan tentang hubunganmu, itu benar. kau dan Jane berteman sangat dekat sampai sampai kau tidak mau datang ke konserku karena Jane." katanya terdengar sedikit merengut.

"aw.. Hayl, maafkan aku...." kataku menyesal

"sudahlah, Giselle, tidak apa apa. tapi aku cukup bersyukur kau tidak bisa mengingat Jane." katanya terdengar lebih ringan

"eh.. kenapa ?" tanyaku penasaran

"aduh, kenapa kau bisa selamban ini sih ? seperti yang kubilang tadi, dia tidak perlu disayang. akan gawat kalau dia bisa dapat perhatian banyak darimu, bisa bisa kau celaka, Giselle. saat kau masuk rumah sakit pun, dia sangat tenang dan sama sekali tidak menangis. seakan akan tidak terjadi apapun. dia menunggu di ruang tunggu. benar benar tidak menunjukkan muka khawatir. tapi Josh memeluknya, saat itu kami hanya bertiga, ibumu sedang pulang mengambil bajumu. sedangkan aku yang sedang mondar mandir, berdiri, duduk, menangis, terisak. seperti tidak dianggap. aku seperti nyamuk saja. tidak berarti." Hayley terdengar mulai menangis.

"aku benar benar tidak tahu soal itu, Hayl. maafkan aku." kataku juga menangis

"sudahlah, ini bukan salahmu. hei, kau mau tahu kenapa aku keluar dari band kan ?" tanyanya

"eh, iya. ceritakan." kataku

"jadi, saat kau di rumah sakit, sedang koma, aku pergi ke tempat tanteku di samping bar minuman mengantarkan barang titipan ibu. saat ingin pulang, aku melihat Jane berjalan sambil dirangkul oleh Josh keluar dari bar. kau tahu Giselle ? Jane mabuk ! kau bisa bayangkan itu Giselle ? sahabatnya sedang kritis dan dia malah mabuk ?!" Hayley berbicara sambil terisak. aku pun tak kuasa menahan air mataku keluar deras.
"aku menghampirinya, lalu menamparnya. aku menampar Jane yang sedang bersama Josh. aku tahu aku salah, menuduhnya sembarangan. tapi aku tidak tahan, aku keluarkan semua kemarahanku malam itu. Josh tidak tinggal diam, dia menamparku keras keras... rasa sakitnya melebihi sejuta jarum. sakit sekali. dan sakitnya makin parah saat dia berkata aku harus keluar dari band. dalam hati aku bertanya, apakah peran Jane dalam band sangat kuat ? tapi aku sudah diselimuti perasaan marah jadi aku langsung saja berkata iya lalu pulang. sejak itu aku tidak pernah lagi berbicara dengan Josh, datang ke tempat latihan, dan bertemu anggota band yang lain. walaupun semuanya, kecuali Josh meneleponku, hanya sebentar karena aku menyuruh mereka menutup teleponnya sebelum aku menangis. itu konyok, Giselle. aku tidak tahu dia bisa jadi seperti itu."

awawawaw
yelyah

part 9 coming soon !!

Jumat, 15 Mei 2009

fiction story - (untitled) | part 7

saat menutup teleponnya, aku menangis lagi sambil membenamkan wajahku ke dalam bantal dan berharap ibu tidak datang cepat-cepat.
akhirnya setelah puas menumpahkan semua kesedihanku, ibu masuk membawa makanan. untunglah, aku lapar sekali. lalu aku makan, dan berkata

"ibu, ayo kita periksa kepalaku". kataku yakin

"kau sudah siap sayang ?". tanya ibu

"tentu saja, cepat beritahu dokter". kataku lagi

"baiklah, kau bisa menunggu di sini dengan manis kan ?". tanya ibu lagi, seperti aku masih berumur 5 tahun saja

"pasti". jawabku meyakinkan.

hufh...
akhirnya aku melakukannya juga. apa yang akan diperiksa di kepalaku ? apakah di-rontgen ? atau diberi sinar radioaktif ? atau jangan jangan dibedah ?! TIDAAAK !!!

ternyata tidak... aku hanya diwawancara sambil sesekali kepalaku dipijat oleh perawat yang cantik. aku hampir tidak mengerti apa yang ditanyakan dokter, jadi aku jawab sekenanya saja. sampai selesai, aku lebih banyak bingung karenanya.

akhirnya selesai...
baiklah. kabar baik ! aku boleh berjalan jalan keluar rumah sakit ini. sebenarnya aku ingin sekali cepat cepat keluar. aku ingin ke sekolah. lalu... mungkin bertemu Josh. hihi. oh... dan juga Jane

setelah meminta izin kepada ibu, dan meminta uang juga tentunya. aku putuskan untuk membeli majalah di mini market. pilih, pilih, pilih. mini market dekat sini memang majalahnya paling lengkap. sampai sampai ada majalah yang tulisannya eriting dan tidak dapat kubaca.

ah ada Josh dan bandnya, Paramore juga di majalah, hei tunggu... itu kan Jane, di majalah ? astaga, aku lupa kalau Josh itu orang terkenal. saking serius aku menatapnya, aku lupa membaca headline beritanya. aku langsung menuju kasir dan membayarnya. sesampainya di kama rumah sakit, aku langsung membukanya dan astaga

"Paramore, Get a New and Leave The Old"
apaaa ?!
berita apa ini ?! apa maksudnya ?
"Hayley Williams, Paramore. keluar dan digantikan oleh Jane Thompson, kekasih baru Josh Farro tanpa sebab yang jelas."

APA APAAN INI ?!
aku tidak bisa terima ini ! aku harus menelepon Hayley !
aku mengangkat telepon dan memencet nomor

"hallo.." kataku setelah telepon diangkat

"hallo ?" jawab suara yang manis di ujung telepon

"Hayl ?" kataku, dengan suara khasku

"Giselle ? oh apa kabar ? sudah baikan ?" tanyanya

"um.. yea.. sudah lumayan, aku sudah boleh jalan jalan ke luar rumah sakit sekarang." jawabku

"oh, sayang aku sangat merindukanmu. hei, kenapa tiba tiba menelepon ?" tanyanya lagi

"aku juga merindukanmu Hayl, emm.. sebenarnya aku baru saja membaca majalah yang mengatakan bahwa.... mm..." kataku takut menyinggung perasaannya

"Jane menggantikan posisiku ?". katanya tegas


heii heii. sudah muncul PARAMORE di part ini !
besok mungkin part 8 muncul ! tunguu yaaaaaaaaaaaaaaaa ;)


Senin, 11 Mei 2009

fiction story - (untitled) | part 6

sesudah melihat folder fotoku di laptop aku merasa lelah sekali. aku baru sadar kalau dari kemarin aku belum makan. akhirnya dengan susah payah kubangunkan ibu, menyuruhnya membeli sesuatu di kantin. sebenarnya itu hanya akal akalanku saja, karena aku juga tahu, kantin jam segini belum buka.
akhirnya saat ibu pergi aku menelepon
menelepon Josh..

"hallo ?" kata penerima, aku rindu suara ini, ini suara josh

"ha.. hallo" jawabku terbata bata

"siapa ini ?" katanya lagi

"i..ini Jane" bodohnya aku ! kenapa aku harus berbohong begitu !!

"oh.. Jane, aku sangat merindukanmu. kau tidak masuk sekolah dan berkata harus selalu di samping Giselle. bagaimana kabarmu sekarang. aku benar benar rindu pelukanmu Jane."

spontan aku menangis... Jane dan Josh benar benar berpacaran.

"hiks.. hiks.." aku sudah tidak bisa menyembunyikan emosiku lagi sekarang

"Jane, Jane, kau menangis ? ada apa ?" kata Josh.. lembut sekali.. aku sedih mendengarnya memanggilku Jane, bukan Giselle. apakah suaraku sangat mudah dilupakan sampai dia tidak bisa membedakannya ? atau aku memang sudah tidak ada di hatinya lagi.

"aku tidak apa apa" dustaku, aku ingin mengambil kesempatan ini. karena mungkin jika dia tahu aku yang menelepon, mungkin dia akan membanting teleponnya keras keras dan mengutukiku. "aku hanya.. aku juga merindukanmu" aku tidak yakin sebenarnya Jane akan berkata seperti ini, tapi.. tidak apa apa

"aah.. kau benar benar tidak bisa menyembunyikan perasaanmu, ya. selalu mengatakan sesuatu yang membuka dirimu." katanya lagi,

"mh, Josh.. ng..." kataku. walaupun itu tidak bisa disebut sebagai kata-kata

"ada apa ?"

"aku.. ng.. aku.. mencintaimu. dadah, sa..sampai nanti ya" astaga, apa yang kukatakan barusan ? uuuhh.. kalau Josh tahu dia pasti jijik padaku

"aku juga, hehe.. daah, kuharap kau tidur yang cukup. ohya, sampaikan salamku pada Giselle, bilang maaf aku belum bisa menjenguknya" air mataku mengalir lagi mendengar dia menyebutkan namaku

"mm.. pasti.. aku sampaikan, maaf meneleponmu jam segini. kuharap tidak mengganggu"

"tentu tidak, kalau begitu dadah, aku mencintaimu"

"aku juga.. daah" jawabku.. jujur

tunggu part 7 yaaa ! capeeek -___-

Sabtu, 18 April 2009

fiction story - (untitled) | part 5

aku sepertinya sedang tidur sekarang, karena aku bermimpi. aku bermimpi melihat ayah, seperti biasanya, di saat seperti ini aku sangat merindukan ayah yang sudah 5 tahun lalu meninggal dunia. aku rindu saat aku masih bisa bermain di pundaknya. sudah lama sekali ya. aah, aku jadi teringat lagi.
tapi lebih penting dari itu aku juga memimpikan sesuatu, aku melihat Jane, malam malam. apa yang sedang dilakukannya ? aku juga melihat diriku sendiri, dengan jarak beberapa meter darinya yang sedang menuju tempat Josh dan kawan kawan di samping gang kecil, aku bersembunyi di belakang tembok. mimpi itu seperti film jaman dahulu yang tidak ada suaranya.
aku bisa melihatnya, Jane, berciuman dengan Josh. aku bisa melihatnya, Jane kelihatan bahagia. aku kelihatan sangat syok di mimpiku sendiri. aku bisa melihatnya, lalu Jane meninggalkan Josh dan kawan kawan. sepertinya hanya pergi untuk membeli sesuatu. entah apa itu. tapi entah terlalu senang atau bagaimana, aku melihat Jane menyeberang tanpa melihat kanan kiri, dan sebuah truk yang berukuran sedang hampir saja menabraknya sampai aku melihat diriku sendiri melompat untuk mendorong Jane. aku bergidik melihatnya, Jane selamat. tapi aku mendapati diriku sedang bermandikan darah.

saat aku bangun, aku berteriak tanpa suara. suasana masih gelap. makin menambah rasa takut yang mendera tubuhku. tidak sanggup berteriak sekarang, aku menangis. aku menangis. mencoba mengeluarkan suara, tapi tetap tidak terdengar apapun. aku benci kesunyian. aku tidak bisa memecahkannya sekarang. ibu ada di samping tempat tidurku, memegangi tanganku, tapi aku tidak bisa membangunkannya, suaraku tetap saja menyebalkan di saat yang tidak tepat seperti sekarang.

aku tidak bisa tidur, saat aku melirik jam dinding, ternyata masih jam 2 dini hari. aku mau menonton tv, mungkin saja disney channel atau mtv masih ada jam tayang. tapi aku bahkan tidak bisa mencapai remote tv-nya, jadi aku mengambil laptop-ku yang untungnya berada tepat di samping tempat tidurku. aku membukanya, melihat folder foto-fotoku. aku begitu terkejut saat mendapati banyaknya foto aku bersama dengan Jane di situ. aku kaget, tapi tidak merasa heran. entah kenapa. perasaanku seperti mengatakan "ini sudah seharusnya"

aku bingung, setelah mendapat mimpi itu, entah kenapa seperti aku memang sudah pernah mengalaminya. ataukah memang pernah ? Jane juga berkata kalau kecelakaanku diakibatkan oleh aku menolongnya. mungkinkah mimpi itu nyata ?
aku tidak yakin, tapi jauh di dalam hatiku.. aku ingin meyakininya

*lagi mumet, entar nyambung lagi dah

Jumat, 17 April 2009

fiction story - (untitled) | part 4

"aku ?", kata Jane.

"ya, kau.",

"oh, aku teman sekolahmu. kita sekelas dan duduk bersama di beberapa kelas.", jawabnya

"oh," jadi Jane adalah teman sekolahku ? bagaimana bisa aku tidak ingat ? aku ingat Rosie, Alyssa, Hayley, Joe, Ryan, semuanya aku ingat. entah kenapa aku hanya tidak ingat yang satu ini. namun aku juga merasa tidak asing dengan nama Jane. aku juga tidak tahu. karena ketika aku mencoba mengingatnya lagi-lagi aku merasa sakit kepala.

"jadi, Giselle, kau berhasil menemukanku di memorimu ?", katanya sambil tersenyum. dia memang cantik sekali.

"hmm." jawabku sambil menggeleng. "nggh, Jane, boleh aku bertanya ?"

"apa itu ?"

"kenapa aku bisa ada di sini ?". kataku

"kau mengalami kecelakaan." jawabnya

"bisa kau ceritakan padaku serinci-rincinya ?"

"well, kau mengalami kecelakaan yang lumayan parah. kau tidak sadarkan diri selama 8 hari. aku ingat itu, kau kehilangan banyak darah. untungnya darahmu sama denganku, jadi aku mendonorkannya kepadamu." oh, jadi karena itu dia terlihat seperti kekurangan darah ?
"kau mengalami kecelakaan saat menyelamatkanku,". katanya, wajahnya terlihat frustasi.

"ah.." aku terkejut, sedekat apakah aku dengannya sampai aku mengalami kecelakaan parah untuk menyelamatkannya

"hei, bagaimana kalau kita membicarakan hal lain ?", katanya

"baiklah." aku setuju saja

"kau mau membicarakan apa ?", tanyanya

"siapa pacarmu ?". aku tidak suka basa basi jadi langsung saja, sebenarnya aku juga penasaran tentang itu. masa gadis secantik Jane tidak punya pacar ? kalau aku, yah. aku tidak heran. dengan cara sikap dan berpakaian yang itu itu saja, para laki laki juga sepertinya hanya menganggapku teman biasa sekali. yah, kecuali satu orang... ah sudahlah.

"aah..." wajahnya bersemu merah sekarang. ih, sebal. kenapa dia bisa secantik itu sih ?

"bilang saja, mungkin aku kenal."kataku

"pacarku itu.. mm... diaa... Josh." katanya setelah malu-malu

"apa ?!" aku spontan berteriak, sepertinya sangat keras, sekarang Jane menatapku dengan mata terbelalak "kau berpacaran dengan Josh ?!!", Josh.. oh tidak.. kumohon, bilang tidak !!

"Giselle, ada apa denganmu ?"

"kau tidak berpacaran dengan Josh kan ?! aku pacarnya !! kau tahu itu ?!"

Jane membelalakkan mata tidak percaya
"tapi Giselle, kau sudah putus dengannya lebih dari setahun yang lalu ! kau sendiri yang bilang padaku !"

uuukh, kepalaku pusing... sakitt

"Giselle, Giselle kau tidak apa-apa ? maafkan aku tadi membentakmu." katanya setelah melihatkku kesakitan dan memegangi kepalaku

"keluar...", kataku

"Giselle... ?"

"KELUAR ! AKU TIDAK MAU MELIHATMU ! KELUAR SEKARAAANG !!!!". aku berteriak sekuat tenaga, tapi bisa kulihat kepalaku berkunang kunang, kamar rumah sakit ini makin terang, sesaat kemudian aku tahu aku sudah tidak sadarkan diri.

*masih ada part 5 -___-
capek

Rabu, 15 April 2009

fiction story - (untitled) | part 3

dugaanku sepertinya benar. dokter masuk ke ruangan dengan muka tegang, sedangkan aku bisa melihat ibu sedang memeluk gadis asing itu.

dokter berkata "nak, aku kira kita harus memulai beberapa pemeriksaan", ah, sudahlah, terserah. aku makin bingung sekarang. "karena sepertinya ada yang tidak beres di kepalamu". apa ?! aku kenapa ?!

"iya, baiklah" aku menjawab

"baiklah kalau begitu, beritahu aku kalau kau sudah siap."

"hmm.." aku hanya mengangguk saja.

tidak lama kemudian ibu dan gadis itu datang lagi. ibu tetap saja kelihatan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. yah, seperti kataku, dia kesulitan mempercayai penglihatannya.
jadi dia memperkenalkan aku dengan gadis itu

"beritahu dia namamu, sayang." katanya pada gadis itu

"namaku Jane." kata gadis itu, sambil mengulurkan tangannya

"aku Giselle". sahutkku sambil menyambut tangannya.

"aku sudah tahu." jawabnya, sekarang sedikit senyum tersungging di wajahnya.

sebenarnya kalau benar benar diperhatikan, gadis itu, ah tidak. Jane sangat cantik. kecuali karena kantung matanya yang membuat wajahnya seperti tertarik ke bawah dan wajahnya yang pucat campur syok, karena sepertinya dia sangat menanti kesadaranku dan aku malah tidak mengenalinya. rambut hitamnya yang dibiarkan tergerai dan sedikit bergelombang, yang walaupun sedikit kusut tetap terlihat mengilat di bawah sinar matahari pagi yang menemus jendela rumah sakit di tembok yang putih. rambutnya indah sekali, beberapa ujungnya dibiarkan memiliki warna yang lebih terang hampir pirang. beda sekali denganku yang walaupun sudah memakai produk perawatan rambut dan pergi sering sekali ke salon, tapi rambutku tetaplah rambut merah yang kaku.
cara berpakaiannya juga menarik. t shirt bergambar grup band paramore, celana jins selutut, ditambah rompi panjang dan sepatu oxford. sangat bertabrakan tapi dinamis. entah bagimana aku merasa seperti ingin seperti itu. aku ingat cara berpakaianku yang hanya berupa gaun berenda setiap hari karena memang hanya baju seperti itu yang kupunya. dan tentu saja, sepatu ala mary-jane. aah, Jane. itu nama gadis itu kan ?

sekarang Jane menatapku lama sekali. seperti mengirim telepati padaku. tapi aku tidak menerimanya. aah...

ibu akhirnya meninggalkan ruangan meninggalkan suasana tegang. itulah keahliannya.

Jane duduk di sampingku
"bagaimana kabarmu ?." katanya

"aku lumayan." kujawab sebisaku

"kelihatannya kau baik."

"yah, aku merasa lebih sehat." aku mengakui

"syukurlah. maaf Giselle, apa kau benar benar tidak mengenalku ?" dia bertanya

aku menggeleng

"oh, sudahlah, kita akan berteman kan ? tidak peduli apa yang terjadi antara kita di masa lalu ?"
oh, memangnya ada masalah apa ? aku yakin tidak sepele sampai aku harus berbaring di rumah sakit konyol ini !

"yea. baiklah. well, kau berasal dari mana ?"

*tunggu part 4 yaaa

fiction story - (untitled) | part 2

aah, gadis itu menangis keras sekali, wajahnya terlihat lelah, aku jadi merasa bersalah.
ibu pun sepertinya makin membelalakkan matanya, kaget melihat reaksiku, dan walaupun sedikit, aku bisa melihat sorot jijik dari matanya, sepertinya dia beranggapan tidak seharusnya aku berbuat begitu terhadap gadis asing itu. tapi mau bagaimana lagi, semua sudah terjadi.

"Giselle, kau benar benar tidak ingat siapa dia ?", kali ini entah kenapa ibuku memakai kata "ingat", bukan "mengenal". apa mungkin aku memang mengenalnya, tapi tidak bisa mengingatnya ? mungkinkah sekarang aku berada di sini karena kecelakaan yang menyebabkan aku tidak bisa mengingat siapa gadis itu ? aku tidak mengerti. setiap kali mencoba mengingat hal yang mungkin bisa kuingat kepalaku terasa sakit. sakit sekali. seperti menolakku memberikan respon yang kuharapkan.

"ibu, siapa gadis ini ?", aku mulai memberanikan diri bertanya lagi

tanpa kuduga, gadis itu malah menjauh dariku, menangis, dan menutupi wajahnya, lalu berkata
"tidak, ini salahku, tidaaaak !"

apa maksudnya coba ? aku makin bingung dibuatnya.
ibu menghampiri gadis itu dan membisikkan sesuatu padanya. yang membuatnya, yah setidaknya berhenti berteriak dan meninggalkan ruangan. di ambang pintu dia masih menoleh ke arahku. huh. aku benar benar bingung sekarang !

"tunggu sebentar di sini bisa kan ? aku akan memanggil dokter dulu ya", ibu terlihat menguasai perannya, tapi aku mengangguk saja. hanya menunggu bukan sesuatu yang berbahaya kan. lagipula, mungkin saja dokter bisa memberikan aku jawaban kenapa hal ini terjadi. semoga saja.

dokter dan ibu tiba di kamarku, kamar rumah sakitku.

"biar kuperiksa kau". dokter itu bilang sambil memasukkan stetoskop yang dingin meraba bagian dadaku.
"hmm, kau sehat nak.", ujarnya sambil tersenyum. halo dokter ? kalau aku sehat kenapa aku masih berada di sini dan kepalaku pusing ?
"bagaimana rasanya ?", dokter itu mulai lagi

"apanya ?", jawabku

"keadaanmu."

"oh, yaa. lumayan, hanya saja aku masih sedikit sakit kepala."

"oh, nanti itu juga akan sembuh." dokter itu kini menjawabnya dengan ringan sekali, seakan akan aku hanya mengidap sakit kepala biasa yang bisa disembuhkan dengan cara meminum obat yang banyak dijual di passaran. walaupun sebenarnya aku mengharapkan itulah yang sebenarnya terjadi padaku.

"dokter, aku harus bicara denganmu.", ibu tiba tiba bersuara setelah sekian menit ia berdiri kaku di sebelah sofa

"baiklah, silakan bicara.", dasar dokter aneh, tidak mengerti arti pernyataan ibuku

"tidak di sini, bisakah kita berbicara di luar ? agar pembicaraannya sedikit lebih santai.", walaupun wajah ibu tidak menunjukkan perasaan santai sama sekali. dan aku yakin ibu pasti akan membicarakan masalahku tadi. yang tidak bisa mengingat gadis itu. aah... firasatku tidak enak.

to be continued :D

Selasa, 14 April 2009

fiction story - (untitled)

saat aku tersadar, ternyata aku sudah berada di ruangan terang benderang dengan sesuatu yang kelewat banyak menurutku, menusuk nusuk kulitku.
mataku kabur, sangat terang di sini. setelah bisa menyesuaikan penglihatanku, ternyata aku sedang berada di kamar sebuah rumah sakit yang familiar, karena sebegitu seringnya aku keluar-masuk rumah sakit ini.
di sofa di pojok ruangan ada ibu yang sedang tidur. kelihatannya wajahnya sangat lelah. aku sedikit terkejut dengan keadaan ini. pasti ibu langsung menuju ke sini sehabis dari kantornya.
karena tangan kananku tidak bisa kugerakkan sembarangan. oleh suatu hal yaitu ternyata yang terasa menusuk itu jarum infus.
jadi aku mencoba menggerakkan tangan kiriku. aku tersentak, tangan kiriku tidak bisa digerakkan. seperti mati rasa, padahal biasanya kalau sedang kesemutan atau kram aku masih bisa menggerakkan tanganku.
dengan susah payah aku mencoba melihat ke arah tangan kiriku, sambil berharap semoga bukan kelumpuhan yang menyebabkan aku tidak bisa menggerakkan tanganku.
ah, benar saja. ada seorang perempuan. sebaya denganku, tidur dengan menindih tangan kiriku sampai mati rasa.
aku tidak kenal perempuan itu.
siapa dia ?
setelah merasa cukup kuat, aku pun mulai menggerakkan tangan kiriku sekali lagi, dan berhasil !
gadis itu pun bangun dan mengangkat kepalanya dari tanganku.
setelah melihat wajahnya pun aku masih tidak mengenalnya.
sebenarnya siapa gadis asing ini ?
tapi entah kenapa, tidak ada rasa takut yang melanda saat melihat wajahnya.
tidak seperti aku melihat orang asing lainnya, bahkan orang yang bertemu denganku di taman. aku merasakan ketakutan walau sesaat, tapi, terhadap gadis ini. tidak sama sekali.

gadis itu masih setengah memjamkan matanya, raut mukanya seperti orang baru pesta semalam suntuk lalu digigit vampir. seperti orang kekurangan darah.

dia menguap dan melihat ke arahku, sesaat dia menyeringai lebar dan memelukku

"Giselle !!!", katanya.. yang entah kenapa dia tau namaku ?

aku tidak bisa bernapas sekarang, aku ingin menyuarakannya tapi suaraku tidak mau keluar, yang ada malah suara parau yang tidak sesuai dengan umurku.
sepertinya karena teriakan itu ibuku juga iku terbangun, dan setelah gadis asing itu melapaskan pelukannya, sekarang ibuku yang mulai mencoba membunuhku

"Giselle, kamu sadar sayang ?", begitulah ibuku, kurang bisa mempercayai penglihatannya sampai harus bertanya terlebih dulu.

"iya, bu", walaupun masih sedikit terdengar parau, suaraku keluar

"oh, syukurlah, terima kasih Tuhan", aku kira dia menangis waktu mengucapkannya

gadis itu mulai lagi, matanya berkaca kaca sekarang dan berkata
"Giselle aku sangat mengkhawatirkanmu", yaah, setidaknya jika ia berakting, aktingnya sangat bagus dan entah kenapa ibuku sepertinya kenal dengannya.

aku tidak tahu harus berkata apa, karena aku tidak pandai berbohong, jadi kukatakan saja yang sebenarnya. aku mencoba mencari cara agar setiap kata yang keluar dari mulutku tidak akan terlalu menyakitinya, tapi kalimat yang keluar malah
"kau siapa ?"

ibu membelalakkan matanya dan tiba tiba berhenti menangis,
tapi gadis itu malah terlihat seperti ingin menumpahkan air mata hingga bisa membanjiri seisi kamar ini, ah tidak, seisi rumah sakit malah.
aku jadi merasa bersalah karena seperti yang kuduga, dia menangis.

tapi aku benar benar tidak kenal siapa gadis itu ?

*to be continued :P