Minggu, 12 Juli 2009

i'll never let this go | part 3

Kami makan es krim di toko tempat kakak Riri bekerja. Syukurlah, sepertinya Alice menikmatinya. Es krim di sini memang enak. Yumm


“ah, Alice, berapa nomor handphone-mu ?”, kata Riri di tengah tengah keasyikannya makan es krim, sambil menyodorkan handphone-nya ke tangan Alice, dan Alice mengambilnya.


“emh... nah, sudah. Ini.”, kata Alice menyerahkan kembali handphone Riri setelah mengetikkan nomornya.


“aku missed call, ya.” Kata Riri dan sesaat kemudian handphone Alice berdering.”simpan nomorku, ya.”, kata Riri, tersenyum


“tentu. Ah, aku juga mau minta nomor Hana dan Rei, boleh kan ?”, katanya sambil tersenyum. Alice cantik sekali. Tersenyum dengan wajah segar seperti itu. Atau mungkin karena rambutnya pendek jadi terlihat segar ya ? pokoknya segar. Hm


“ah, tunggu sebentar. Riri, aku minta nomor Alice, aku missed call saja ya, Alice ?” kataku sambil mengetikkan nomor Alice dan memencet tombol “call”


“ah, aku juga.” Kata Rei


“ikut ikutan saja kerjanya”, kataku menggodanya


“suka suka aku kan. Mana sini ?”


“haha.. oh, baiklah, aku simpan nomor kalian bertiga ya. Lalu setelah ini kita mau ke mana ? pulang ?”, kata Alice, masih dengan perasaan senang. Terlihat dari wajahnya.


“tentu saja tidak, kita akan berbelanja.”, kata Riri menyisipkan stakato pada kata kata kesukaannya.


“oh”, kurasa hanya itu yang dikatakan Alice.




“jadi, Alice, kau tinggal di mana ?”, Tanya Riri sambil memilih milih baju. Jujur saja. Sebenarnya dia membantu sekali. Kalau saja dia tidak di sini sekarang. Kami mungkin hanya akan berdiam diri satu sama lain. Atau malah aku tidak akan pernah kenal Alice. Haah. Anak ini. Pikirku


“hm, aku tinggal di daerah sana, di dekat perusahaan air minum itu lho.”, katanya sambil menggerak gerakkan tangannya.


“kau benar tinggal di situ ?”, kataku kaget. “itu kan kawasan elite.” Kataku lagi. Baru kali ini aku bertemu dengan orang yang tinggal di salah satu rumah yang semuanya berlantai 3 dengan gaya Amerika.


“hmm... iya aku tinggal di sana. Kalian mau main ? ah, tapi mungkin tidak sekarang, lain kali mau ?”, katanya mengajak kami ke istana. Haah


“tentu. Tentu.”, kata Riri


“emh, ngomong ngomong, Rei ke mana ?”, tanyaku yang baru saja menyadari salah satu sahabatku tidak ada bersamaku


“tadi sepertinya dia mendapat telepon lalu pulang.”, kata Riri menjelaskan. Ah, dia memang sejak tadi terus bersama Rei.


“oh..”, kataku


Akhirnya kami pun sukses berkeliling mencari cari baju selama hampir 3 jam tanpa membeli apapun. Dan tahukah anda apa alasannya ? Riri lupa membawa uang. Saat ditanya mau dipinjami uang Alice dia menolaknya dengan tegas. Dasar anak manis. Dan dia juga sukses membuat kakiku mati rasa karena kedinginan. Maaf saja. Kami tidak berbelanja di toko yang hangat. Tapi di emperan di pinggir jalan dan saat itu suhu hanya 4 derajat celcius. Hahahaha. Menyenangkan sekali. Ya sudahlah. Toh akhirnya kami berpisah dan pulang.


Aku sedang meng-update status facebook-ku saat tiba tiba handphone-ku bunyi. Alice. Ada apa ya, pikirku.


“halo”, kataku saat mengangkat teleponnya


“ah, apakah ini Hana ?”, tampak sedikit kegelisahan yang menyelimuti suaranya saat dia menanyakan hal itu.


“iya, aku Hana, ada apa Alice ?”, kataku sedikit bingung


“oh. Tidak apa apa. Hanya ingin memastikan. Maaf aku mengganggumu, selamat malam.”, kata Alice terburu buru dan langsung mematikan teleponnya sebelum aku membalasnya.


Ada apa ini ? kan kalau hanya ingin memastikan sms juga bisa. Batinku.

Ya sudahlah. Mungkin dia mengira aku sedang tidak punya pulsa. Haha. Karena hari sudah sangat larut, kupikir lebih baik aku tidur saja sekarang. Jadi aku mematikan komputerku dan handphone-ku seperti yang biasanya kulakukan. Dan akupun pergi ke alam mimpi yang hangat.


*lanjuuut nantiiiiiiiiiiiiiiiii

0 orang bawel: